Thursday, 15 September 2016

Seberapa pentingkah berpacaran?

Dalam hidup ini, seberapa sering kau merasakan jatuh cinta?

Apakah terlalu sering sehingga lupa seberapa banyak perasaan yang telah kau tuangkan?

Atau hanya sesekali, sehingga setiap sosok yang akhirnya pergi, sampai saat ini masih kau tangisi dan kau sesali?

Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta, meskipun sebagai lelaki, kekaguman akan dengan mudah muncul begitu melihat sosok yang menarik. Itu naluri. Namun aku yakin jatuh cinta butuh lebih dari sekedar naluri..

Seorang teman pernah bercerita kepadaku bahwa ia memutuskan pacarnya, dalam hal ini keputusan bersama, namun setelah putus mereka justru semakin dekat, bahkan merencanakan tanggal pernikahan(Apa-apaan ini? Merencanakan pernikahan dengan mantan? Mereka benar-benar gila).

Namun setelah aku mengetahui alasan mereka memutuskan hubungan sebagai ‘Pacar’, akhirnya aku sadar, bahwa ikatan cinta itu tidak bisa dilihat dari status, mereka memutuskan untuk lebih dewasa dalam menjalin hubungan. 
Dan kini, melihat mereka berhasil, aku benar-benar mengapresiasi!

Bagaimanapun aku pernah terikat sebuah hubungan pacaran selama 7 tahun(Halo? 7 tahun! Itu pacaran apa kredit rumah?), kemudian aku berada diumur 21 tahun, aku berpikir, sudah bukan waktunya untuk berpacaran lagi. Aku harus menyelesaikan kuliahku, novelku, serta impian-impian besarku.

Kemudian aku memutuskan hubungan dengan bijaksana..

Yang diikuti dengan pemblokiran seluruh sosial media milikku, olehnya.. (Sial! Bijaksana macam apa ini!)

Akhirnya, putusnya hubungan itu turut memutuskan tali silaturahmi kami. Benar-benar tidak dewasa.
Tapi aku mengerti,

Semakin lama hubungan tercipta, semakin besar titik-titik patah hati yang ditimbun, dan begitu hubungan berakhir, titik-titik tersebut telah berkumpul dan.. boom!

Patah hati itu telah siap dituangkan..

Dalam bentuk sentimental maupun emosional..

Sehingga menciptakan tangis kehilangan, bahkan memunculkan amarah luar biasa sehingga tidak bisa mengontrol diri..

Menjadikan sosok yang sempat menjadi pelabuhan cintanya, akhirnya menjadi orang yang paling dibenci! Menjadi musuh! Bahkan seperti kasusku ini, menjadi orang yang tidak dikenal lagi.

Tak apa, aku hanya bisa memaklumi..

Dalam hal ini yang bisa aku pelajari adalah semakin lama bertahannya status berpacaran, semakin besar potensi kebencian yang muncul ketika status itu berakhir..

Meskipuuuuun.. sekali lagi, semua juga tergantung pribadi masing-masing..

Aku hanya menarik kesimpulan secara subjektif saja..

Benar-benar hanya itu keahlianku hehe

Tapi bagi setiap orang yang siap bersetuju denganku, kita akan melanjutkan..

Ada temanku lagi, orang yang berbeda, seorang perempuan, mengatakan begini ‘Karena berteman lebih baik dibandingkan berpacaran. Tidak perlu marah karena cemburu. Tidak perlu takut esok akan kehilangan..’

Ya, memang kenyataannya, berteman adalah cara terbaik untuk menghindari patah hati..
Tapi apakah mudah untuk menjaga perasaan ketika berteman?
Membatasi hati dalam menyerukan keinginannya, yang terkadang ingin lebih dari sekedar berteman, atau terkadang hati jauh lebih siap mengambil resiko untuk kelak kehilangan dibandingkan sekarang tidak bisa memiliki..

Terkadang hati ini memang egois..

Tapi pergejolakan yang ada diantara kita dengan hati kita, jika kita berhasil memenangkan, hasilnya akan mengagumkan! Sangat, sangat mengagumkan!

Atau ada seorang temanku lagi, ya, aku ini memang punya banyak teman!
Temanku yang ini sedikit berbeda, ia datang kerumahku dari jauh untuk berkonsultasi padaku tentang penulisan novel. 

Lalu aku bertanya, ‘Kudengar, kau akan menikah ya?

Dia menjawab dengan lantang, ‘satu setengah tahun lagi!’

Satu hal yang aneh adalah, dia baru saja memutuskan hubungan dengan pacarnya, dan saat ini ‘mantannya’ itu sering bercerita sedang didekati banyak pria dari berbagai latar belakang yang hebat kepadanya.

‘...’, aku hanya bisa diam, tak tahu bagaimana harus menanggapi pola pikirnya.

Kemudian aku bertanya, ‘Kau memutuskannya? Lalu satu setengah tahun lagi akan melamarnya?’

‘Ya!’

‘Seyakin itu?’

‘Entah kenapa, aku sangat yakin! Sangat-sangat yakin!’

‘Baiklah..’, aku tersenyum.

Oh tuhan, selain keyakinan, aku yakin tidak ada yang membuat seorang laki-laki rela melepaskan wanita yang dicintainya untuk sementara waktu, melepaskannya bersama resiko yang bisa membuatnya menyesal kelak. 

Dan keyakinan adalah kekuatan terbesar dari sebuah cinta..

Aku adalah orang yang akan menghargai setiap ucapan yang muncul dari teman-temanku, setidak penting apapun itu..
Sehingga kini, begitu mendapatkan curahan hati dari ketiga orang yang berbeda, aku bisa mengambil keuntungan untuk diriku sendiri..

Kelak aku akan jatuh cinta lagi..

Namun karena pengalaman temanku, akhirnya aku mengambil keputusan untuk sok bijaksana..

Aku akan memilih untuk mencintai dalam diam..

Menyembunyikannya dalam bentuk kerja keras..

Bekerja keras untuk meningkatkan kualitas diri, sampai aku pantas menjadi suami dari seseorang..

Karena sekarang aku sadar, status itu tidak lebih dari formalitas yang tidak penting..

Seluruh dunia akan tahu bahwa dari sekedar cara melempar senyuman saja, dua insan telah menjadi sepasang kekasih, meski tanpa status..

Karena sebenarnya cara mencintai hanya ada dua, yaitu menikahi, atau sekedar mengagumi..
Hanya itu..

Oleh karena itu, bersyukurlah kalian wahai insan yang sedang sendiri..

Yang tidak berpacaran saat ini..

Karena kalian sedang berada dijalan yang tepat!

Akhir kata..

Hubungan yang dewasa itu tidak terikat oleh status, cukup terikat oleh perasaan saja..


Wednesday, 17 August 2016

Arti Kenyamanan, Bagiku..

Ada sepasang kekasih yang berpisah hanya karena sudah kehilangan rasa nyaman..
Meskipun sejauh apapun mereka telah menjalin hubungan..
Sehebat apapun momen yang telah mereka ciptakan..
Sebesar apapun sejarah yang telah mereka ukir..
Kehilangan rasa nyaman adalah alasan pemberhentian kisah yang paling bisa dimaklumi..

Sebenarnya, apasih pentingnya rasa nyaman?

Berada di posisi manakah ia bila dibandingkan oleh sayang dan cinta?

Apakah mereka berkaitan?

Ataukah mereka saling berhadapan satu sama lain?

Ada banyak alasan seseorang untuk memulai sebuah hubungan..

Kebanggaan, Cinta, dan Kenyamanan..

Kebanggaan?
Seseorang laki-laki berpapasan dengan seorang wanita cantik..
Mereka berkenalan..
Semakin jauh.. Semakin jauh..
Mereka memutuskan untuk menjalin asmara..
Semua diawali oleh kebanggaan atas diri sendiri yang mampu menemukan sosok yang cantik..
Kemudian ketika resmi jadian, ia semakin bangga memperkenalkan ‘penemuan’-nya itu kepada dunia..
Entah mengajaknya bertemu dengan teman-teman laki-laki tersebut, atau sesederhana mengganti foto profil dengan wajah cantik yang berhasil ia dapatkan..

Cinta?
Sejujurnya aku tidak mengerti, apa arti kata ini..
Cinta adalah hal paling tidak logis didunia..
Hal yang membuat bulan terlihat semakin besar..
Membuat sinar mentari terasa tidak menyilaukan, karena sorot mata orang yang di cinta jauh lebih bersinar dibandingkan apapun..
Atau juga merupakan pintu terdekat antara dunia dan akhirat..
Karena terkadang, kehadiran cinta disalahgunakan..
Entah mendekatkan diri ke neraka..
Atau mempercepat diri menuju neraka, karena kita pasti tau banyak berita bunuh diri yang seringkali sampai pada diri kita atas alasan cinta..

Kebanggaan dan cinta..

Lalu dimana rasa nyaman berada?

Kenyamanan adalah hal yang terpenting, yang seharusnya berada diantara kebanggaan dan cinta..
Ketika seseorang bangga dengan pasangannya, namun merasa tidak nyaman ketika berada didekat pasangannya tersebut, cepat atau lambat, seberapa besar pun kebanggaan atas sebuah hubungan, itu semua akan berakhir apabila tidak ada rasa nyaman didalamnya..
Ketika seseorang jatuh cinta pada seseorang, ia pasti merasakan kenyamanan, sehingga ketika kehilangan, dalam hal ini hal yang membuatnya merasa nyaman tiba-tiba hilang atau tidak menerima kehadirannya.. Akhirnya menimbulkan sakit hati.. Kemudian ia mengambil sikap..
Entah berpaling hati atau ‘mengakhiri diri..’

Sejujurnya, kenyamanan sangat penting..
Seorang lelaki yang selalu bertemu seorang wanita yang sama setiap hari, melakukan aktifitas yang sama, entah aktifitas yang menyebalkan ataupun menyenangkan..
Lalu merasakan kenyamanan saat wanita itu didekatnya..
Merasa tidak nyaman ketika tidak ada wanita itu didekatnya..
Kebiasaan menimbulkan kenyamanan, kenyamanan adalah hal terpenting menuju cinta..

Seorang wanita menemukan laki-laki kaya yang mendekatkan diri pada dirinya..
Apapun yang wanita itu inginkan, mampu diwujudkan oleh laki-laki itu..
Akhirnya wanita itu merasa nyaman, lalu mereka menjalin hubungan..

Kenyamanan ada karena berbagai alasan, itu intinya..

Ada laki-laki dan wanita yang sedang saling bertukar pesan, sejak matahari belum terbit, sampai bulan menduduki singgasananya..
Saling membalas satu sama lain, tidak perduli meskipun kenyataannya sang lelaki selalu antusias mengetik begitu panjang, lalu sang wanita hanya membalas dengan begitu singkat..
Itu karena sang lelaki merasa nyaman atas kegiatannya bersama wanita itu..
Akhirnya sang lelaki berhenti mengirimkan pesan karena selalu dibalas begitu singkat..
Lalu sang wanita menunggu.. menunggu..
Dan akhirnya sang wanita sadar bahwa ia sebenarnya juga merasa nyaman..
Sehingga ketika sang lelaki berhenti mengirim pesan, ia merasakan sebuah ketidaknyamanan..
Akhirnya mereka berdua sama-sama kehilangan kenyamanan..
Hal yang seharusnya menjadi alasan terbesar mereka untuk menuju hubungan yang lebih jauh..
Modal terbaik yang sebenarnya telah tersedia..

Terkadang, kita kehilangan seseorang hanya karena tidak tau, itu nyaman atau hanya karena terbiasa?
Tapi bukankah kebiasaan memang adalah alasan terbentuknya kenyamanan..
Oleh karena itu, sebisa mungkin jangan pernah menyia-nyiakan kehadiran seseorang..

Tapi terkadang memang ada seseorang yang terbiasa bersama..
Seseorang itu merasakan kenyamanan ketika bersama orang yang biasa ada didekatnya itu..
Tapi sekeras apapun usaha dikerahkannya, selalu mendapatkan balasan yang tidak diinginkan..
Akhirnya ia meninggalkan seorang yang biasa membuatnya nyaman itu..
Dan yang ditinggalkan, justru merasa nyaman dibandingkan sebelumnya, ketika seorang yang pergi itu masih ada..
Kenyamanan memang tidak dapat dipaksakan..

Karena terkadang, seseorang yang kehadirannya membuat kita nyaman, justru merasa tidak nyaman dengan kehadiran kita..





Friday, 29 July 2016

Seperti Tanah pada Air Hujan..

Setiap tanah mempunyai caranya tersendiri untuk memperlakukan air hujan..

Ada yang membiarkan air itu bebas membasahi meskipun hujan sudah cukup lama reda..

Ada pula yang terus konsisten dalam kekeringan, ketika air hujan sedang menyambangi..

Ada seseorang yang sedang jatuh cinta..

Ada seseorang yang teramat mencinta..

Ada seseorang yang tidak mengenal cinta..

Dan mereka akan berbeda perlakuannya dalam menghadapi patah hati..

Patah hati pasti akan datang..

Seperti halnya rambut pasti memutih..

Tulang pasti akan rapuh..

Jomblo pasti di museumkan..

Entah cepat atau lambat, semua itu adalah kepastian yang sekedar menjadi rahasia waktu..

Mungkin tanpa disadari, kita dikelilingi oleh rasa patah hati yang dialami oleh orang terdekat..

Diantara mereka, meskipun sama-sama sedang patah hati, pasti akan memperlakukannya dengan cara yang berbeda..

Beberapa diantara mereka melakukan pengelakan, seolah tidak pernah terjadi apa-apa..

Ada juga yang menangis habis-habisan sambil terus memaki nama seseorang, seseorang yang menjadi alasan kenapa ia menangis..

Atau ada juga yang terus tersenyum tanpa berbicara apapun, namun seiring berjalannya waktu, ia menutup hatinya untuk kembali jatuh cinta..

Rasa sakit itu membuatnya menjadi orang yang baru..

Orang yang menghindari patah hati berikutnya..

Atau bahkan berbagai media seringkali mengabarkan berita dari rumah duka yang sedang penuh isak tangis, karena salah satu anggota keluarganya terlalu lemah menghadapi patah hati, sehingga mati menjadi pilihan satu-satunya..

Semua ada alasannya..

Seperti sikap tanah pada hujan..

Ada tanah yang akan segera mengering begitu hujan singkat reda..

Ada tanah yang basah untuk sekian waktu karena hujan terlalu lama membasahinya..

Tanah akan mengering menyesuaikan hujan yang datang..

Seperti halnya seseorang akan patah hati sebagaimana ia jatuh cinta..

Seseorang yang tidak jatuh cinta pada pasangannya, ia tidak akan merasakan patah hati yang besar(Perlu menjadi catatan, tidak semua hubungan terjadi karena cinta. Terkadang, hubungan itu terikat karena rasa sepi berkepanjangan, atau sekedar rasa penasaran yang tidak dapat tertahankan..), sehingga ia akan terbuka dengan kehadiran orang baru, seseorang yang hadir karena pada akhirnya ia merasakan jatuh cinta, maupun seseorang yang hadir karena rasa penasaran berikutnya..

Seseorang yang terlalu cinta, ia akan merasakan patah hati yang berpotensi mematahkan sebagian/seluruh aspek kehidupannya..

Trauma akan patah hati itu, entah tersembunyi atau tidak, nantinya akan membuatnya berbeda dalam memperlakukan kehadiran orang baru di hidupnya..

Rasanya, patah hati menimbulkan ketakutan..

Ketakutan untuk menerima hadirnya jatuh cinta berikutnya, sampai akhirnya ia sadar, ia telah salah memperlakukan patah hati..

Meskipun itu telat, karena akhirnya rambut putih telah tumbuh disekujur kepalanya, tapi setidaknya ia akhirnya sadar...

Seseorang yang jatuh cinta itu seperti tanah yang dihujam air hujan..

Tanah yang terlalu tandus, begitu hujan datang dan akhirnya reda, ia akan tetap kering seketika..

Kecuali curah hujan itu begitu besar dan terus menetes tanpa henti, cepat atau lambat tanah yang tandus akan segera basah..

Seseorang yang telah menutup dirinya juga pada akhirnya akan membuka diri untuk orang yang mau terus memperjuangkan dirinya, sehingga pada akhirnya ia telah siap untuk jatuh cinta..

Namun hujan terus turun..

Hujan terus menghujami tanah yang basah itu!

Akhirnya muncul banjir diatas tanah itu!

Jatuh cinta seperti halnya tanah pada air..

Akhirnya begitu orang baru itu pergi, akan hadir patah hati besar seperti banjir yang ada..
Terus seperti itu..

Sampai akhirnya datang solusi, yaitu matahari..

Matahari akan membantu tanah agar kembali kering seperti semula, dan matahari pasti akan berlalu sesuai kodratnya..

Sehingga tanah itu kering sewajarnya, tidak tandus seperti sediakala..

Jadilah tanah yang bijak..

Tanah yang tidak bergantung pada hujan..

Sambutlah matahari!

Jadilah seseorang yang bijak..

Jangan jadikan cinta pada pasanganmu sebagai hal yang mendominasi hidupmu!

Kamu harus melakukan kewajibanmu..

Seperti bekerja, belajar, dan berusaha apapun..

Bijaklah seperti tanah menyambut matahari..

Tanah yang subur adalah tanah yang tepat dalam porsi penerimaan pada air hujan dan sinar matahari..

Akhirnya kita harus sadar bahwa jatuh cinta dalam porsi banyak itu tidak sehat...

Sehingga mau tidak mau kita harus berusaha untuk jatuh cinta sewajarnya...

Akhirnya..

Kita bukan tanah yang tandus..

Kita bukan tanah yang banjir..

Kita hanya tanah yang subur..

Tanah yang eksistansinya ada karena air hujan dan sinar matahari..

Kita seperti tanah..

Seseorang yang bijak dalam jatuh cinta..



Prinsip Mudik

Hai semua!

Apa kabar kalian yang baru aja selesai liburan?

Bagaimana mudiknya?

Seberapa bahagia kamu setelah terlibat perjalanan panjang bersama koloni peserta arus balik?

Akhirnya kembali lagi ke hari-hari biasa ya...

Hari-hari penuh penantian akan kembalinya hari-hari libur selanjutnya...


Entah mengapa sebuah kegelisahan membawa aku untuk menulis tulisan tentang ‘bagaimana prinsip mudik tertanam pada kehidupan kita. Pada umumnya’.

Ya, sering kali kegiatan mudik ini menjadi sesuatu yang dianggap sebagai ‘akhir’ dari suatu ‘kisah’...

Setelah sekian lama berbaur dengan keringat, para pekerja yang mengais rupiah di perkotaan akan kembali ke kampung halamannya. Seakan hanya kampung halaman yang bisa membasuh keringat itu agar jiwa kembali segar..

Setelah cukup sering bergumal dengan darah, para kesatria kembali ke rumahnya. Seakan rumah menjadi tempat yang tepat untuk mengeringkan darahnya yang tak berhenti menetes..

Atau setelah sekian lama berjuang menjalankan keluarga kecil baru, pada akhirnya akan membawa ‘keluarga baru’ itu untuk bertemu ‘keluarga lamanya’, membawa sang suami atau sang istri untuk menyapa orang tua di kampung halaman, seakan pertemuan dengan orang tua mampu mengurangi beban yang selama ini menyerang silih berganti.. 
Dihadapan orang tua, mengadu tentang hal yang selama ini ingin kita adukan..

Hmm,
Dan setelah melalui fase-fase mudik diatas, pada akhirnya kita merasa bersih untuk memulai lagi dari awal, sampai akhirnya tiba pada masa mudik berikutnya?

Dejavu?

Hal-hal tersebut memang telah menjadi pengulangan yang tak terelakan...

Dan prinsip itu mau gak mau ternyata memang sudah terbangun pada kehidupan pribadi kita pada umumnya...

Contohnya,
Ketika diantara kalian terlibat hubungan, kita akan melalui masa dimana melakukan kesalahan, disengaja maupun tidak..

Kemudian dengan kadar kedewasaan yang berbeda pada setiap orang, akhirnya membuat salah satu mengalah untuk meminta maaf..

Lalu seiring berjalannya waktu, akan datang masanya untuk kembali meminta maaf(lagi) untuk hal lain..

Seolah kesalahan hanyalah hal yang akan terus terulang..

Karena memang ada banyak hal di dunia ini yang mau tidak mau memang akan terus berulang tanpa bisa terelakkan, tapi kita di tuntut untuk maklum, dengan syarat, yang terjadi belum pernah terjadi sebelumnya.. atau juga, yang terjadi baru saja tidak lebih buruk dari sebelumnya.. Itu mutlak!

Karena kehidupan bukan tentang seberapa banyak melakukan kesalahan..

Tetapi bagaimana bisa seseorang menjadi lebih baik karena kesalahannya..

Atas dasar itu, setiap kesalahan besar seharusnya menjadi patokan untuk batas maksimal kesalahan berikutnya..


Sesederhana itu saja..