Tuesday, 24 February 2015

Cambuk Itu Menguatkan


            Beberapa hari yang lalu ada seseorang yang curhat tentang hubungan asmaranya ke gua. Namanya Prakoso, teman gua sejak pertama masuk kuliah. Curhat itu datang ketika kami sedang kuliah. Iya, sedang kuliah. Dan dibangku paling depan.
            Untungnya kami cowo, mengobrol dengan tetap pura-pura memperhatikan dosen sehingga tampak tidak sedang berbicara mudah bagi kaum kami.
Kebayang gak sih kalo kami ini cewe? Curhat saat kuliah di bangku depan?
Gua yakin baru kalimat pertama, kami udah dikeluarin dari kelas!
Hem, untungnya gua membatalkan niat operasi kelamin saat itu, sehingga gua bisa mendengarkan curhatan Prakoso ini sampai selesai tanpa dikeluarin dari kelas.
Jadi saat itu dia bilang gini ke gua,'kami putus lagi nick'
'Putus? Lagi?', tanya gua penasaran.
            Karena ini kedua kalinya dia curhat sama gua kalo dia habis putus. Dan perlu diketahui, setelah curhatan dia yang pertama itu, dia jadi orang yang emosian, mudah tersinggung, seakan patah hati yang dia rasakan merubah dia menjadi orang yang beda.
'Iya putus..', jawabnya.
'o..oke', kata gua sambil menggeser kursi gua sedikit menjauhi dia.
Gua takut kini perubahannya berlebihan.
Gua kan gak tahu apa yang akan terjadi.
            Bisa-bisa begitu sampai di akhir curhatannya dia langsung nangis dan mukulin gua karena menganggap gua ini orang yang tepat untuk melampiaskan emosinya. Oleh karena itu keputusan menjauhkan kursi kami gua rasa adalah keputusan tepat.
            Kemudian gua tutup mata, gua takut kalo tiba-tiba dia berdiri ke depan kelas lalu melucuti bajunya dan menari telanjang didepan kelas saat kuliah sedang berlangsung. Oke sepertinya imajinasi gua terlalu berlebihan, tapi disini yang gua tangkap adalah patah hati bisa merubah seseorang menjadi sosok yang berbeda. Sebatas itu.
Tapi gua masih penasaran. Gua coba untuk bertanya,'Lo gak akan gigit gua atau menari telanjang didepan kelas kan?'
'Enggak', jawabnya singkat.
Gua menghela nafas karena lega mendengar jawaban itu.
'Gua bakal mutilasi lo', lanjutnya.
Jantung gua berdetak semakin kencang setelah mendengar jawaban itu.
'el, elo,  elo serius?',tanya gua ragu-ragu.
Suasana hening.
'ya enggak lah, tenang aja, gua udah gak kaya dulu'
'gak kayak dulu ya?', tanya gua penasaran.
'Iya, sekarang gua udah beda'
Sampai disini gua merasa sedikit lega.
Kemudian dia bercerita panjang.
'Diputusin itu rasanya kaya di cambuk nick, lo gak akan tahu rasanya', katanya sembari menyindir gua.
'oh oke, gua memang gak pernah diputusin. tapi ajiz lebih parah men!' kata gua sembari menunjuk kearah belakang, arah dimana salah satu teman kami yang sudah jomblo seumur hidup sedang menatap bodoh ke arah kami karena sadar sedang dibicarakan.
Kami berpaling kedepan lagi.
Sambil berbisik teman gua yang lagi curhat itu berkata,'kalo dia mah udah gak ketolong jomblo akutnya. Orang-orang kaya dia gak akan tahu gimana rasanya dicambuk'.
Gua menatap mata Prakoso dengan sinis, kemudian gua berkata,'Kayaknya lo salah men. Justru setiap hari seumur hidupnya cuma untuk ngerasain penyikasaan deh'
PLAK! Ajiz menggebuk kepala gua pake buku.
'hehehe. sorry jiz. denger ya?', kata gua minta maaf.
'denger apa?', tanya dia kebingungan.
'LAH KENAPA LO NGGEBUK KEPALA GUA?!'
'Gak papa. Pengen aja', jawabnya polos.
            Baru gua mau balas menggebuk kepala ajiz, eh temen-temen sekelas udah pada ngeliat sinis ke arah gua. Oke gua urungin niat gua untuk menghindari tatapan sinis lainnya. Tatapan sinis dari mata dosen didepan yang akan mengancam nilai kuliah gua.
            Gua berbalik badan menghadap ke layar, layar dihadapan gua yang sedang dipakai oleh dosen untuk menjelaskan materinya. Kemudian tanpa menatap Prakoso gua bertanya,'Ada apa dengan cambuk?'.
            Dia membenarkan cara duduknya, kemudian ia sedikit menutupi mulutnya agar dosen tidak tahu bahwa kami sedang terlibat suatu obrolan.
'Gua pacaran dua kali. Gua diputusin dua kali.'
'Itu artinya gua dicambuk dua kali', jelasnya.
            Gua diam pura-pura memperhatikan dosen, tetapi pendengaran dari telinga gua yang semakin gua tajamkan tidak bisa berbohong bahwa gua sedang mendalami kata per kata yang muncul dari Prakoso.
Dia melanjutkan,'Oke mungkin kedengarannya lebay. Cowo diputusin ceweknya itu biasa. Dan mungkin seharusnya cowo itu akan dengan mudah cari cewe baru untuk dipacarin'
'Berarti lo lebay, karena lo gak bisa cari cewek lain', potong gua.
Prakoso menebalkan suaranya dan berkata,'kecuali dalam kasus jatuh cinta yang sebenarnya'
'Kasus jatuh cinta yang sebenarnya? Bukannya pacaran pasti jatuh cinta?', tanya gua penasaran.
'Iya tapi belum tentu benar-benar jatuh cinta.', terangnya.
Sampai disini gua paham, dia benar-benar mencintai mantannya itu.
Prakoso melanjutkan,'Karena itu, diputusin udah kaya dicambuk..'
'Dan gua udah dua kali dicambuk..'
'Apa lo masih inget saat pertama kali gua dicambuk?', tanyanya.
'Pas diputusin maksudnya?', gua bertanya balik.
Dia mengangguk tanda ucapan gua benar.
'Iya inget..Yang waktu itu lo mecahin pot dan bakar perpustakaan kampus itu kan?'
'Gak sampai segitunya juga kali nick', tanggapnya.
'Hehe, becanda bro'
'Iya intinya lo ngamuk-ngamuk gak jelas.'
'Yang itu bener..', kata dia.
'Karena cambukan pertama itu datang disaat tubuh gua masih lemah, lemah karena cinta', jelasnya.
'Bukannya cinta itu menguatkan?', tanya gua.
'Bisa gak sih gua ngomong gak dipotong?', kata dia dengan muka yang mulai memerah.
'Oups', gua meletakkan telapak tangan gua di mulut gua untuk menutup mulut ini rapat-rapat
'Gak nick. Cinta itu gak menguatkan, justru cinta itu melemahkan', jelasnya.
Gua masih tutup mulut.
'Jadi ketika tubuh gua dicambuk saat itu, gua merasa sakit yang luar biasa'
'Cambukan itu melukai gua.. Membuat gua terjatuh dan susah berdiri lagi..'
            Gua tahu kalimat itu gak dalam arti sebenarnya memang, tapi gua mengerti karena ketika dia diputusin pacarnya itu, dia menjadi patah hati berkepanjangan. Kuliahnya hancur, hidupnya hancur, seakan semua semangatnya hancur karena dicambuk.
Gua melepaskan tangan dari mulut gua.
'Di cambuk itu sakit kan? Terus kenapa lo memperjuangkannya lagi sampai akhirnya kalian balikan waktu itu?', tanya gua penasaran.
'Simpel nick. Gua benar-benar cinta sama dia', jelasnya.
Ternyata benar, cinta itu melemahkan.
'Akhirnya kan waktu itu setelah gua berjuang lagi akhirnya kami balikan..'
'Dan hubungan kami jauh lebih baik dari sebelumnya..'
'Saat itu dia seperti mengangkat gua yang sedang terjatuh sehingga bisa berdiri lagi.. Dan bisa berjalan bersamanya..'
'Bahkan kami udah menentukan tanggal pernikahan loh..'
'Dan kami berjalan bersama, berjuang menuju arah itu'
Gua memperhatikannya dengan seksama sambil berfikir 'ini anak kuliah aja belum lulus udah nentuin tanggal pernikahan. ckckck'
'Dan ditengah jalan gua dicambuk lagi..', katanya. Matanya berkaca-kaca.
'Biar gua tebak, Lo jatuh dan gak bisa berdiri lagi, Dan dia berjalan meninggalkan lo yang patah hati sendirian', kata gua.
'Lo salah..', katanya sembari menatap tajam.
Gua menelan ludah.
'Mungkin benar cambukan pertama membuat gua jatuh dan gak bisa berdiri.. Bahkan gak bisa jalan lagi..'
'Dan mungkin benar cambukan itu menyakiti gua sehingga patah hati gua begitu dalamnya'
'Tapi..'
'Tapi apa?' tanya gua penasaran.
'Tapi justru cambukan pertama itu membuat gua menjadi lebih kuat..'
'..Sehingga gua telah siap menerima cambukan kedua'
'Gua gak kesakitan lagi..', jelasnya.
'ohhhh.... Lo udah membuka hati buat cewe lain!', kata gua yakin.
'Bukan.. Sama sekali bukan!', jawabnya yakin.
'Bilang sama gua, elo gak jadi homo kan! Bilang sekarang!', kata gua ketakutan.
'Lo ngomong lagi, gua ludahin', kata dia.
Gua diam.
'Gua kan udah bilang, gua benar-benar cinta sama dia!', kata dia menggebu-gebu.
Gua menelan ludah lagi,'o,oke..'
'Jadi setelah cambukan pertama yang bagi gua menguatkan gua itu, Kini cambukan kedua bukan cambukan yang terasa menyakiti lagi..', terangnya.
'Berarti intinya sekarang lo gak patah hati lagi?', tanya gua.
'Patah hati sih iya.. Tapi karena karena gua udah lebih kuat sekarang, cara gua menyikapi cambukan pertama dan cambukan kedua beda..', jawabnya.
'Be, bedanya?'
'cambukan pertama itu membuat gua jatuh dan gak bisa berdiri, kemudian kami balikan..'
'Karena itu gua bisa berdiri dan berjalan lagi bersamanya. Bahkan berjalan kearah pernikahan..'
'Ditengah jalan..'
'..Gua menerima cambukan kedua'
'tapi gua gak jatuh! Gua masih bisa berdiri!', katanya bersemangat.
'Cambukan pertama membuat gua kebal!'
'Sehingga saat gua dicambuk lagi..'
'Gua justru berlari kencang!'
'Meninggalkan dia yang mencambuk gua!'
'Maksudnya? Sampai disini gua gak ngerti.. Tolong jelasin pakai kalimat yang lebih bisa membuat gua mengerti..', pinta gua.
'oke.. dulu gua menanggapi putusnya hubungan ini dengan emosi yang berlebihan sehingga hidup gua hancur.. Kuliah gua hancur.. Semangat gua hancur.. Saat itu gua begitu karena gua masih lemah..'
'Setelah gua kuat, pada cambukan kedua yang gua diterima di pertengahan jalan kami menuju pernikahan, gua menggapinya dengan berbeda. Gua gak mau menyia-nyiakan hidup gua lagi. Gua gak akan menghancurkan hidup gua lagi, karena gua memang udah lebih kuat sejak putus yang pertama.. Gua tahu bagaimana gua menganggapi putus yang kedua ini..'
'Gimana?', tanya gua.
'Dengan tidak menganggapi putus yang kedua ini sebagai cambuk yang menyakitkan', terangnya.
'Lalu?'
'Menganggap putusnya hubungan kami ini sebagai cambuk yang membuat gua berlari lebih kencang menuju tujuan pertama gua! Kesuksesan! Gua akan berjuang!'
'Sampai akhirnya gua sampai pada titik kesuksesan, lalu gua menjemputnya ditempat dia mencambuk gua itu dengan kendaraan yang udah gua miliki, karena gua udah sukses! Lalu kami berdua menaikinya sehingga kami lebih cepat sampai pada tujuan kami! Tujuan kedua gua! Pernikahan!'
'Oke gua ngerti sekarang.. Saat lo menerima cambukan kedua, cambukan itu membuat lo berlari lebih kencang dan meninggalkan dia.. Dan lo berlari menuju tujuan lo yang pertama, kesuksesan.. Baru setelah itu lo kembali ke dia dan mengajaknya menuju tujuan kedua lo, tujuan utama kalian berdua, yaitu pernikahan. Karena yang gua tangkap disini, lo punya dua tujuan.. ya kan?', kata gua.

Dia menepuk pundak gua sambil tersenyum pertanda setuju.

Kemudian gua singkirkan tangannya dari pundak gua.
Lalu gua bertanya,'Lalu apa yang akan lo lakuin sekarang?'
'MEMPERJUANGKAN KEDUA TUJUAN GUA!', jawabnya yakin.
'Em, Sorry bro, bukannya apa-apa ya, ini sorry banget loh'
'Gimana kalo yang tercapai cuma tujuan pertama lo?'
'Pas lo balik ke dia, dia udah melangkah bersama orang lain'
Dia menggelengkan kepalanya pelan. Kemudian dia berkata dengan sangat yakin,'Gua akan lebih cepat dari orang itu!'
Kemudian gua menepuk pundaknya sambil berkata, 'Gua akan selalu mengamini perjuangan lo bro'.
            Kami berdua bertatapan mesra serta saling melontarkan senyuman termanis kami. Untungnya kami sedang dikelas dalam situasi perkuliahan, kalo kami tidak diposisi ini mungkin saja kami saling memeluk mesra. Pelukan yang terjadi antara dua pria berotot setelah selesai curhat. Untung saja kami tidak melakukannya.
            Akhirnya bel pertanda kuliah telah selesai telah berbunyi. Dan kami berdua berjalan meninggalkan kelas. Kemudian disimpang jalan kami berpisah. Terpancar senyuman yang mengembang di wajahnya. Senyuman yang tulus. Senyuman yang berkata bahwa dia telah menjadi lebih kuat. Senyuman yang akan menemani perjuangannya memperjuangkan cintanya. Senyuman yang semoga saja selalu ada sampai akhirnya dia tiba di tempat yang menjadi tujuannya, dengan wanita yang dicintainya itu.  
Semoga saja.
Ternyata benar, cinta itu melemahkan.
Dan cambuk lah yang mampu menguatkan..


No comments:

Post a Comment