Beberapa hari yang lalu ada
seseorang yang curhat tentang hubungan asmaranya ke gua. Namanya Prakoso, teman
gua sejak pertama masuk kuliah. Curhat itu datang ketika kami sedang kuliah.
Iya, sedang kuliah. Dan dibangku paling depan.
Untungnya kami cowo, mengobrol
dengan tetap pura-pura memperhatikan dosen sehingga tampak tidak sedang
berbicara mudah bagi kaum kami.
Kebayang
gak sih kalo kami ini cewe? Curhat saat kuliah di bangku depan?
Gua
yakin baru kalimat pertama, kami udah dikeluarin dari kelas!
Hem,
untungnya gua membatalkan niat operasi kelamin saat itu, sehingga gua bisa mendengarkan
curhatan Prakoso ini sampai selesai tanpa dikeluarin dari kelas.
Jadi
saat itu dia bilang gini ke gua,'kami putus lagi nick'
'Putus?
Lagi?', tanya gua penasaran.
Karena ini kedua kalinya dia curhat
sama gua kalo dia habis putus. Dan perlu diketahui, setelah curhatan dia yang
pertama itu, dia jadi orang yang emosian, mudah tersinggung, seakan patah hati
yang dia rasakan merubah dia menjadi orang yang beda.
'Iya
putus..', jawabnya.
'o..oke',
kata gua sambil menggeser kursi gua sedikit menjauhi dia.
Gua
takut kini perubahannya berlebihan.
Gua
kan gak tahu apa yang akan terjadi.
Bisa-bisa begitu sampai di akhir
curhatannya dia langsung nangis dan mukulin gua karena menganggap gua ini orang
yang tepat untuk melampiaskan emosinya. Oleh karena itu keputusan menjauhkan
kursi kami gua rasa adalah keputusan tepat.
Kemudian gua tutup mata, gua takut
kalo tiba-tiba dia berdiri ke depan kelas lalu melucuti bajunya dan menari
telanjang didepan kelas saat kuliah sedang berlangsung. Oke sepertinya imajinasi
gua terlalu berlebihan, tapi disini yang gua tangkap adalah patah hati bisa
merubah seseorang menjadi sosok yang berbeda. Sebatas itu.
Tapi
gua masih penasaran. Gua coba untuk bertanya,'Lo gak akan gigit gua atau menari
telanjang didepan kelas kan?'
'Enggak',
jawabnya singkat.
Gua
menghela nafas karena lega mendengar jawaban itu.
'Gua
bakal mutilasi lo', lanjutnya.
Jantung
gua berdetak semakin kencang setelah mendengar jawaban itu.
'el,
elo, elo serius?',tanya gua ragu-ragu.
Suasana
hening.
'ya
enggak lah, tenang aja, gua udah gak kaya dulu'
'gak
kayak dulu ya?', tanya gua penasaran.
'Iya,
sekarang gua udah beda'
Sampai
disini gua merasa sedikit lega.
Kemudian
dia bercerita panjang.
'Diputusin
itu rasanya kaya di cambuk nick, lo gak akan tahu rasanya', katanya sembari
menyindir gua.
'oh
oke, gua memang gak pernah diputusin. tapi ajiz
lebih parah men!' kata gua sembari menunjuk kearah belakang, arah dimana salah
satu teman kami yang sudah jomblo seumur hidup sedang menatap bodoh ke arah
kami karena sadar sedang dibicarakan.
Kami
berpaling kedepan lagi.
Sambil
berbisik teman gua yang lagi curhat itu berkata,'kalo dia mah udah gak ketolong jomblo akutnya. Orang-orang kaya dia gak
akan tahu gimana rasanya dicambuk'.
Gua
menatap mata Prakoso dengan sinis, kemudian gua berkata,'Kayaknya lo salah men. Justru setiap hari seumur hidupnya
cuma untuk ngerasain penyikasaan deh'
PLAK!
Ajiz menggebuk kepala gua pake buku.
'hehehe.
sorry jiz. denger ya?', kata gua minta maaf.
'denger
apa?', tanya dia kebingungan.
'LAH
KENAPA LO NGGEBUK KEPALA GUA?!'
'Gak
papa. Pengen aja', jawabnya polos.
Baru gua mau balas menggebuk kepala
ajiz, eh temen-temen sekelas udah pada ngeliat sinis ke arah gua. Oke gua urungin
niat gua untuk menghindari tatapan sinis lainnya. Tatapan sinis dari mata dosen
didepan yang akan mengancam nilai kuliah gua.
Gua berbalik badan menghadap ke
layar, layar dihadapan gua yang sedang dipakai oleh dosen untuk menjelaskan
materinya. Kemudian tanpa menatap Prakoso gua bertanya,'Ada apa dengan
cambuk?'.
Dia membenarkan cara duduknya,
kemudian ia sedikit menutupi mulutnya agar dosen tidak tahu bahwa kami sedang
terlibat suatu obrolan.
'Gua
pacaran dua kali. Gua diputusin dua kali.'
'Itu
artinya gua dicambuk dua kali', jelasnya.
Gua diam pura-pura memperhatikan
dosen, tetapi pendengaran dari telinga gua yang semakin gua tajamkan tidak bisa
berbohong bahwa gua sedang mendalami kata per kata yang muncul dari Prakoso.
Dia
melanjutkan,'Oke mungkin kedengarannya lebay. Cowo diputusin ceweknya itu
biasa. Dan mungkin seharusnya cowo itu akan dengan mudah cari cewe baru untuk
dipacarin'
'Berarti
lo lebay, karena lo gak bisa cari cewek lain', potong gua.
Prakoso
menebalkan suaranya dan berkata,'kecuali dalam kasus jatuh cinta yang
sebenarnya'
'Kasus
jatuh cinta yang sebenarnya? Bukannya pacaran pasti jatuh cinta?', tanya gua
penasaran.
'Iya
tapi belum tentu benar-benar jatuh cinta.', terangnya.
Sampai
disini gua paham, dia benar-benar mencintai mantannya itu.
Prakoso
melanjutkan,'Karena itu, diputusin udah kaya dicambuk..'
'Dan
gua udah dua kali dicambuk..'
'Apa
lo masih inget saat pertama kali gua dicambuk?', tanyanya.
'Pas
diputusin maksudnya?', gua bertanya balik.
Dia
mengangguk tanda ucapan gua benar.
'Iya
inget..Yang waktu itu lo mecahin pot dan bakar perpustakaan kampus itu kan?'
'Gak
sampai segitunya juga kali nick', tanggapnya.
'Hehe,
becanda bro'
'Iya
intinya lo ngamuk-ngamuk gak jelas.'
'Yang
itu bener..', kata dia.
'Karena
cambukan pertama itu datang disaat tubuh gua masih lemah, lemah karena cinta',
jelasnya.
'Bukannya
cinta itu menguatkan?', tanya gua.
'Bisa
gak sih gua ngomong gak dipotong?', kata dia dengan muka yang mulai memerah.
'Oups',
gua meletakkan telapak tangan gua di mulut gua untuk menutup mulut ini
rapat-rapat
'Gak
nick. Cinta itu gak menguatkan, justru cinta itu melemahkan', jelasnya.
Gua
masih tutup mulut.
'Jadi
ketika tubuh gua dicambuk saat itu, gua merasa sakit yang luar biasa'
'Cambukan
itu melukai gua.. Membuat gua terjatuh dan susah berdiri lagi..'
Gua tahu kalimat itu gak dalam arti
sebenarnya memang, tapi gua mengerti karena ketika dia diputusin pacarnya itu,
dia menjadi patah hati berkepanjangan. Kuliahnya hancur, hidupnya hancur,
seakan semua semangatnya hancur karena dicambuk.
Gua
melepaskan tangan dari mulut gua.
'Di
cambuk itu sakit kan? Terus kenapa lo memperjuangkannya lagi sampai akhirnya
kalian balikan waktu itu?', tanya gua penasaran.
'Simpel
nick. Gua benar-benar cinta sama dia', jelasnya.
Ternyata
benar, cinta itu melemahkan.
'Akhirnya
kan waktu itu setelah gua berjuang lagi akhirnya kami balikan..'
'Dan
hubungan kami jauh lebih baik dari sebelumnya..'
'Saat
itu dia seperti mengangkat gua yang sedang terjatuh sehingga bisa berdiri
lagi.. Dan bisa berjalan bersamanya..'
'Bahkan
kami udah menentukan tanggal pernikahan loh..'
'Dan
kami berjalan bersama, berjuang menuju arah itu'
Gua
memperhatikannya dengan seksama sambil berfikir 'ini anak kuliah aja belum lulus udah nentuin tanggal pernikahan.
ckckck'
'Dan
ditengah jalan gua dicambuk lagi..', katanya. Matanya berkaca-kaca.
'Biar
gua tebak, Lo jatuh dan gak bisa berdiri lagi, Dan dia berjalan meninggalkan lo
yang patah hati sendirian', kata gua.
'Lo
salah..', katanya sembari menatap tajam.
Gua
menelan ludah.
'Mungkin
benar cambukan pertama membuat gua jatuh dan gak bisa berdiri.. Bahkan gak bisa
jalan lagi..'
'Dan
mungkin benar cambukan itu menyakiti gua sehingga patah hati gua begitu
dalamnya'
'Tapi..'
'Tapi
apa?' tanya gua penasaran.
'Tapi
justru cambukan pertama itu membuat gua menjadi lebih kuat..'
'..Sehingga
gua telah siap menerima cambukan kedua'
'Gua
gak kesakitan lagi..', jelasnya.
'ohhhh....
Lo udah membuka hati buat cewe lain!', kata gua yakin.
'Bukan..
Sama sekali bukan!', jawabnya yakin.
'Bilang
sama gua, elo gak jadi homo kan! Bilang sekarang!', kata gua ketakutan.
'Lo
ngomong lagi, gua ludahin', kata dia.
Gua
diam.
'Gua
kan udah bilang, gua benar-benar cinta sama dia!', kata dia menggebu-gebu.
Gua
menelan ludah lagi,'o,oke..'
'Jadi
setelah cambukan pertama yang bagi gua menguatkan gua itu, Kini cambukan kedua
bukan cambukan yang terasa menyakiti lagi..', terangnya.
'Berarti
intinya sekarang lo gak patah hati lagi?', tanya gua.
'Patah
hati sih iya.. Tapi karena karena gua udah lebih kuat sekarang, cara gua
menyikapi cambukan pertama dan cambukan kedua beda..', jawabnya.
'Be,
bedanya?'
'cambukan
pertama itu membuat gua jatuh dan gak bisa berdiri, kemudian kami balikan..'
'Karena
itu gua bisa berdiri dan berjalan lagi bersamanya. Bahkan berjalan kearah
pernikahan..'
'Ditengah
jalan..'
'..Gua
menerima cambukan kedua'
'tapi
gua gak jatuh! Gua masih bisa berdiri!', katanya bersemangat.
'Cambukan
pertama membuat gua kebal!'
'Sehingga
saat gua dicambuk lagi..'
'Gua
justru berlari kencang!'
'Meninggalkan
dia yang mencambuk gua!'
'Maksudnya?
Sampai disini gua gak ngerti.. Tolong jelasin pakai kalimat yang lebih bisa
membuat gua mengerti..', pinta gua.
'oke..
dulu gua menanggapi putusnya hubungan ini dengan emosi yang berlebihan sehingga
hidup gua hancur.. Kuliah gua hancur.. Semangat gua hancur.. Saat itu gua
begitu karena gua masih lemah..'
'Setelah
gua kuat, pada cambukan kedua yang gua diterima di pertengahan jalan kami
menuju pernikahan, gua menggapinya dengan berbeda. Gua gak mau menyia-nyiakan
hidup gua lagi. Gua gak akan menghancurkan hidup gua lagi, karena gua memang
udah lebih kuat sejak putus yang pertama.. Gua tahu bagaimana gua menganggapi
putus yang kedua ini..'
'Gimana?',
tanya gua.
'Dengan
tidak menganggapi putus yang kedua ini sebagai cambuk yang menyakitkan',
terangnya.
'Lalu?'
'Menganggap
putusnya hubungan kami ini sebagai cambuk yang membuat gua berlari lebih
kencang menuju tujuan pertama gua! Kesuksesan! Gua akan berjuang!'
'Sampai
akhirnya gua sampai pada titik kesuksesan, lalu gua menjemputnya ditempat dia
mencambuk gua itu dengan kendaraan yang
udah gua miliki, karena gua udah sukses! Lalu kami berdua menaikinya sehingga
kami lebih cepat sampai pada tujuan kami! Tujuan kedua gua! Pernikahan!'
'Oke
gua ngerti sekarang.. Saat lo menerima cambukan kedua, cambukan itu membuat lo
berlari lebih kencang dan meninggalkan dia.. Dan lo berlari menuju tujuan lo
yang pertama, kesuksesan.. Baru setelah itu lo kembali ke dia dan mengajaknya
menuju tujuan kedua lo, tujuan utama kalian berdua, yaitu pernikahan. Karena
yang gua tangkap disini, lo punya dua tujuan.. ya kan?', kata gua.
Dia
menepuk pundak gua sambil tersenyum pertanda setuju.
Kemudian
gua singkirkan tangannya dari pundak gua.
Lalu
gua bertanya,'Lalu apa yang akan lo lakuin sekarang?'
'MEMPERJUANGKAN
KEDUA TUJUAN GUA!', jawabnya yakin.
'Em,
Sorry bro, bukannya apa-apa ya, ini sorry banget loh'
'Gimana
kalo yang tercapai cuma tujuan pertama lo?'
'Pas
lo balik ke dia, dia udah melangkah bersama orang lain'
Dia
menggelengkan kepalanya pelan. Kemudian dia berkata dengan sangat yakin,'Gua akan
lebih cepat dari orang itu!'
Kemudian
gua menepuk pundaknya sambil berkata, 'Gua akan selalu mengamini perjuangan lo
bro'.
Kami berdua bertatapan mesra serta
saling melontarkan senyuman termanis kami. Untungnya kami sedang dikelas dalam
situasi perkuliahan, kalo kami tidak diposisi ini mungkin saja kami saling
memeluk mesra. Pelukan yang terjadi antara dua pria berotot setelah selesai
curhat. Untung saja kami tidak melakukannya.
Akhirnya bel pertanda kuliah telah
selesai telah berbunyi. Dan kami berdua berjalan meninggalkan kelas. Kemudian
disimpang jalan kami berpisah. Terpancar senyuman yang mengembang di wajahnya.
Senyuman yang tulus. Senyuman yang berkata bahwa dia telah menjadi lebih kuat.
Senyuman yang akan menemani perjuangannya memperjuangkan cintanya. Senyuman
yang semoga saja selalu ada sampai akhirnya dia tiba di tempat yang menjadi
tujuannya, dengan wanita yang dicintainya itu.
Semoga
saja.
Ternyata
benar, cinta itu melemahkan.
Dan
cambuk lah yang mampu menguatkan..
No comments:
Post a Comment